Take A Bow
Take a Bow by Elizabeth Eulberg
My rating: 3 of 5 stars
Masa sekolah adalah masa-masa yang indah. Ketika itu kau bisa bebas melakukan yang kau mau, dan semua orang memaklumimu jika dalam hitungan hari, cita-citamu berubah. Yah, nggak dalam hitungan hari juga sih. Yang jelas, meskipun banyak peraturan (di institusinya), tapi secara umum anak sekolahan itu terbebas dari peraturan di masyarakat. Hhhmm.. Atau mungkin lebih tepat disebut lebih mendapatkan banyak pemakluman kali ya?
Bagi banyak orang, masa SMA adalah salah satu masa terbaik dalam hidup mereka. Begitupun bagi Emme. Di sanalah ia bertemu dengan orang-orang yang berarti bagi hidupnya. Ia bahkan memulainya di hari pertama, ketika dengan segenap keberanian, ia menyapa seorang cowok yang duduk sendirian ketika makan siang, dan tak peduli dengan keadaan di sekelilingnya.
Dialah Ethan. Cowok yang masih satu program dengan Emme di jurusan (bener jurusan nggak ya?) komposisi musik. Satu-satunya cowok yang nggak perlu audisi ulang untuk masuk CPA. Jelas, ia adalah cowok jenius yang jadi pembicaraan orang-orang itu itu. Kemudian tanpa disangka-sangka, dua orang dari jurusan yang sama, Ben dan Jack, ikut bergabung bersama mereka. Dan di kantin sekolah itulah terbentuk sebuah band hebat dalam sejarah CPA—Creative and Performing Arts—tempat mereka bersekolah.
Sebenarnya sih, Emme nggak sendirian masuk ke CPA. Ada sahabat—atau orang yang dianggapnya sahabat, yang juga masuk ke sekolah itu. Sophie namanya. Seorang penyanyi yang menganggap dirinya sangat berbakat, dan rela melakukan apapun untuk membuat orang-orang tahu bakatnya itu. Karena Sophie-lah Emme masuk CPA. Tapi, bahkan sejak di hari pertama mereka masuk ke sekolah itu, Sophie nggak pernah ada di samping Emme. Yup! Dialah sang antagonis di buku ini. Sang drama queen yang menghalalkan segala cara, untuk mencapai ketenaran. Termasuk juga dengan berpacaran dengan Carter Horrison, yang dulu dikenal sebagai aktor anak berbakat.
Orang-orang melihat Carter sebagai seorang cowok tampan yang kerap tampil di televisi. Tapi Carter mengenali dirinya sendiri sebagai seorang penipu yang terperangkap ke dalam kehidupan yang bahkan tak disukainya. Sesungguhnya, ia benci akting. Ia sudah muak harus berperan di dalam opera sabun—karena dia nggak seterkenal dulu, dapet perannya di sinetron doang deh. Ia muak dengan sekolah, dengan hidupnya, dan dengan dirinya. Ada yang ingin dicapainya. Cita-cita yang menjadi passion-nya. Tapi ia bingung bagaimana mencapainya.
Cerita “Take A Bow” berpusat pada empat tokoh di atas, tapi lebih berat ke Emme, cewek canggung yang tidak percaya akan kemampuan dirinya, karena selama ini ada awan hitam yang membayangi sinarnya dan meredupkannya.... #tsaahh Untungnya ada Ethan di sana, yang bagaikan angin surga yang berusaha untuk meniup awan hitam itu agar sang bintang sadar bahwa dirinya mampu bersinar sendiri dengan indahnya.
Karakter favorit saya di sini adalah Carter, sang mantan bintang cilik yang kini sudah tidak setenar dulu lagi. Carter tak sadar bahwa sebenarnya dia sendirilah yang membuat hidupnya terperangkap di dunia itu. Untung Emme sanggup menarik Carter keluar dari dunia itu. Selain itu, bagian Carter juga paling gampang dibaca, karena lebih jelas ada pembagian tokoh yg lagi ngomongnya xD. Bagian Emma dan Ethan suka bikin saya bingung, karena kadang nggak ada jeda antara flashback dan pembicaraan masa kini. Tadinya saya pikir penerjemahannya yang aneh, sampe nyari ebook englishnya. Tapi ternyata, emang gaya berceritanya yang memang kayak gitu deh.... xDD
Satu lagi tokoh favorit saya sebenarnya si Jack, “leader” band-nya Emme dan Ethan, Teenage Kicks. Meskipun kalo di atas panggung Ethan yang jadi juru bicara, tapi sebenarnya Jack-lah yang mengusulkan mereka untuk membentuk band dan mengarang cerita-cerita konyol tentang seluruh anggota band, yang berakhir tragis, kecuali dia yang sukses sendirian xDD. Sayang Jack cuma diceritakan sedikit, itupun digambarkan dari tokoh-tokoh lainnya.
Tiga bintang buat “Take a Bow” yang bikin kita bertanya-tanya lagi, “Apa benar jalur yang diambilku sekarang udah tepat?”, “Apa benar ini hidup yang kuinginkan?”, dan “Apa caraku untuk mencapai keinginanku sebenarnya udah tepat? Atau jangan-jangan aku justru mengorbankan hal yang penting dalam hidupku dan menyakiti banyak orang?” Yuk mari, ditanya lagi ke diri masing-masing.... ^^
PS. Ketinggalan satu lagi. Suka juga dengan covernya yang menggambarkan seorang gadis berambut merah di depan microphone itu ^^
View all my reviews
Comments
Post a Comment