Cecilia dan Malaikat Ariel
Buku setebal 210 halaman ini merangkum kumpulan dialog
antara Cecilia, seorang gadis cilik, dan Malaikat Ariel, malaikat pendampingnya. Cecilia yang mulai merasakan
ketidakadilan dan keputusasaan dalam hidup mendapatkan banyak jawaban dan
pencerahan melalui Malaikat Ariel, melalui dialog-dialog mereka mengenai surga
dan bumi.
Kenapa Cecilia membutuhkan malaikat pendamping? Karena gadis
kecil itu sedang sakit parah, dan natal kali itu bisa menjadi natal terakhir
baginya. Cecilia mulai merasa skeptis terhadap hidup, dan juga terhadap Tuhan.
Kehadiran Ariel membantu Cecilia untuk memahami sebagian kecil rahasia Tuhan
yang ada di muka bumi, yang sulit untuk dipahami Cecilia.
Banyak sekali dialog-dialog filosofis di buku ini, yang
membantu Cecilia untuk memahami makna kehidupan, kematian, dan juga keadilan.
Berbagai hal yang ia anggap tidak adil dan tidak masuk akal tentunya berbeda
dengan apa yang dimaksudkan oleh Tuhan. Bagaimanapun juga, Cecilia hanyalah
manusia biasa yang dikatakan oleh Ariel hanya melihat sesuatunya secara
samar-samar melalui cermin.
Sebagai seorang anak-anak, Cecilia memiliki pemikiran yang
sangat mendalam. Mungkin karena ia menderita sakit parah, yang membuatnya lebih
cepat dewasa sebelum waktunya. Ia juga gemar membaca buku-buku berat yaitu, Science
Illustrated.
Pada awalnya, Cecilia tidak percaya kalau Ariel adalah
malaikat. Ia juga tidak terlalu percaya akan keagungan Tuhan dan kesempurnaan
ciptaannya. Jujur saja, untuk ukuran seorang anak-anak, Cecilia ini jauh lebih
skeptis dari orang dewasa. Tidak seperti anak-anak yang polos dan cenderung
mudah percaya hal yang gaib, Cecilia
kerap mempertanyakan alasan logis dibalik munculnya Ariel secara tiba-tiba,
atau bagaimana Ariel bisa tahu kalau ibu Cecilia sedang menuju kamarnya, dll.
Dan meskipun Ariel kerap kali menunjukkan sifat “kemalaikatannya” Cecilia masih
saja suka tak percaya kalau Ariel adalah malaikat. Makhluk yang paling patuh
pada kuasa Tuhan, bukan seperti manusia yang selalu ingin tahu dan menganggap
sudah tahu dunia dan seisinya hanya karena menemukan beberapa hal di bidang
ilmu pengetahuan.
“Wah, aku tak mau bersaing dengan ilmuwan-ilmuwan serius seperti mereka. Mereka yakin bahwa semua rahasia alam dapat diungkap oleh mikroskop dan teleskop. Lagipula, mereka hanya memercayai hal-hal yang bisa ditimbang dan diukur. Tapi sebenarnya, mereka hanya memahami sebagian-sebagian. Mereka tak sadar bahwa mereka melihat segala sesuatu dalam cermin, samar-samar. Mustahil menimbang dan mengukur malaikat. Sama tak bergunanya memakai mikroskop untuk memeriksa cermin. Hasilnya, kau paling-paling hanya melihat pantulan dirimu lebih jelas lagi. Jadi, jauh lebih baik kau sedikit berimajinasi.”
Bab favorit saya adalah “Petualangan di Malam Hari’, ketika
Ariel mengajak Cecilia mencoba hadiah natalnya, sepatu skate baru.
Mereka keluar dari kamar Cecilia di malam hari, dan berseluncur dari atas Bukit
Gagak Dialog di antara mereka, meskipun masih bernuansa filosofis, tetapi lebih
nyata buat saya. Di bab tersebut, ada sebuah dialog mengenai Cecilia yang
penasaran tentang surga. Ariel dengan tenangnya menunjukkan Cecilia bahwa ia
sudah berada di surga.
“Ketika kita membicarakan surga, suasana memang menjadi sedikit syahdu.”“Jadi, kau sekarang akan memberitahuku tentang surga?”Ariel menunjuk ke atas, ke bentang angkasa. Bulan bersinar begitu terang sehingga hanya beberapa bintang yang menampilkan diri berupa titik-titik pucat di angkasa.“Pertama-tama, kau harus memahami bahwa sekarang kau sudah berada di surga,” kata Ariel.“Inikah surga?”Malaikat Ariel mengangguk. “Menurutmu, kita berada di mana? Bumi hanyalah satu noktah kecil di alam semesta yang maha luas.”“Aku tak pernah berpikir seperti itu.”“Inilah Bumi Surgawi, Cecilia. Inilah Taman Firdaus tempat tinggal manusia. Para malaikat tinggal di tempat-tempat lainnya.”
Bagian lainnya yang menurut saya sangat logis untuk
menjelaskan hal-hal gaib terdapat di bagian percakapan di bawah ini:
“Aku selalu bertanya-tanya di manakah surga berada,” kata Cecilia. “Tak seorang pun astronaut pernah melihat Tuhan atau malaikat.”“Tak seorang pun ahli bedah otak pernah menemukan pikiran di dalam otak. Dan tak seorang pun psikolog pernah melihat mimpi orang lain. Itu tak berarti pikiran dan mimpi tak benar-benar ada di alam kepala manusia.”
Cecilia dan Malaikat Ariel adalah karya ke-tujuh Jostein
Gaarder, penulis Norwegia yang karyanya sangat filosofis. Judul asli buku ini
adalah, I et speil, i en gåte (Through a Glass,
Darkly) yang diterbitkan tahun 1993. Judul buku itu sejalan dengan apa yang
secara berulang-ulang selalu disampaikan oleh Ariel untuk menggambarkan
pemahaman manusia.
Buku ini adalah buku pertama Gaarder yang saya baca sampai
selesai. Sedangkan buku pertama Gaarder yang saya baca adalah Dunia Sophie,
buku wajib untuk para mahasiswa di fakultas saya untuk mata kuliah Dasar-dasar
Filsafat. Karena ketika itu dikejar tenggat waktu, akhirnya nggak saya baca
sampai selesai, deh... ;p Lagipula, ketika itu buku Dunia Sophie terlalu berat buat
saya. Tetapi, suatu saat nanti saya berniat untuk membacanya kembali, beserta
karya-karya Gaarder lainnya.
Judul Buku: Cecilia & Malaikat Ariel
Judul asli: I et speil, i en gåte (Through a Glass,
Darkly)
Penulis: Jostein Gaarder
Penerjemah: Andityas Prabantoro
Terbit: Desember 2008
Tebal: 210 hlm
ISBN: 978-979-433-539-0
buku yang menarik ya, filsafat bisa dipelajri secara ringan. Karya J Gaarder banyak yang menarik :D
ReplyDeleteIya, cukup menarik kalau lebih banyak plotnya. Aku suka berkerut-kerut kalau mereka sudah ngomongin hal-hal yang memusingkan. Hehehe ;p
ReplyDeleteaku belum baca buku ini nih...yang aku suka dr gaarder itu misteri soliter, yang lainnya agak lebih "beban" bacanya hahaha
Delete@ Mbak Astrid: Wah, aku malah belum baca yang itu, Mbak. Baca karyanya Om Gaarder tampaknya memang membutuhkan otak ekstra.. xD
ReplyDeleteSoalnya kadang plotnya sedikit, yang banyak percakapan2 filosofisnya, yang bikin jidat mengkerut-kerut... O.o