Samudera di Ujung Jalan Setapak


My rating: 2 of 5 stars

Ini adalah sebuah dongeng.... Dongeng yang berbeda dari apa yang pernah kau dengar sebelumnya. Dongeng yang mungkin tidak baru, tapi cukup mengusik imajinasimu.

Kisah ini mengenai seorang anak lelaki, seorang anak perempuan yang entah sudah berapa lama menjadi anak perempuan, dan keluarganya yang misterius... Maksudku keluarga si anak perempuan, bukan si anak lelaki. Karena keluarga si anak lelaki sangat normal (baca: manusia biasa), yang terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak perempuan, adik si anak lelaki.

Pertemuan si anak lelaki dengan Lettie (ya, itulah nama anak perempuan yang entah sudah berapa lama menjadi anak perempuan itu) bermula ketika seorang lelaki yang menyewa kamar di rumahnya meninggal secara misterius di dalam mobil ayah si anak lelaki. Si anak lelaki jadi berkenalan dengan keluarga Hempstock, yang aneh dan misterius. Si nenek berkata bahwa ia turut menyaksikan ledakan besar, si ibu terlihat cukup normal untuk ukurannya, dan si anak perempuan itu, Lettie, selalu mengatakan bahwa sebuah kolam kecil di ujung jalan setapak di dekat rumahnya sebagai sebuah samudra.

Setelah peristiwa meninggalnya si lelaki, berbagai peristiwa aneh pun mulai terjadi. Misalnya saja, bagaimana bisa sebongkah koin muncul dari tenggorokan si anak lelaki, padahal dia tidak pernah menelannya? Hingga akhirnya diketahui bahwa ada sebuah kekuatan jahat yang muncul dan harus segera dienyahkan demi kebaikan mereka semua.

Lettie dan si anak lelaki pun bersama-sama berusaha untuk mengalahkan kekuatan jahat itu, meski sebenarnya si anak lelaki tidak berkontribusi apa-apa, dan sang nenek sempat melarangnya. Si anak lelaki diperbolehkan ikut, asal ia tidak melepaskan Lettie dari genggamannya. Sayang, ia melepaskannya... Mengundang berbagai malapetaka yang jauh lebih berbahaya....

Dimulai dari seekor cacing yang tiba-tiba bersarang di kaki si anak lelaki, yang dengan beraninya ia keluarkan sendiri (dan cukup bikin ngilu). Lalu, tiba-tiba muncul seorang perempuan cantik, yang mengaku bernama Ursula Monkton, yang menumpang tinggal di rumah si anak lelaki dan bertindak sebagai pengasuh mereka, sebagai bayaran menginap secara gratis di rumah keluarga itu.

Namun, si anak lelaki tahu, bahwa Ursula bukanlah perempuan cantik biasa, yang mampu memikat seluruh keluarganya. Dia adalah wujud fisik dari kekuatan jahat yang dulu sempat berusaha ia kurung dengan Lettie, namun gagal karena kecerobohannya. Hanya ia yang tahu wujud sebenarnya dari perempuan itu, si kutu--seperti kata nenek Lettie--yang sedikit demi sedikit menghancurkan keluarganya. Lalu, bisakah ia lepas dari jerat Ursula? Dapatkah ia disegel kembali untuk selamanya dan tak menemukan jalan untuk kembali ke dunia ini? Dan yang terpenting, dimanakah Lettie berada, kenapa ia tidak datang sampai segalanya hampir atau mungkin sudah terlambat?

***

Membaca "Samudera di Ujung Jalan Setapak" itu cukup melelahkan buat saya. Awalnya saya sangat semangat untuk segera membaca karya terbaru Neil Gaiman ini. Namun tampaknya saya tidak terlalu menyukainya. Sepertinya kisahnya kali ini bukan selera saya saja. Idenya tentu saja masih luar biasa, begitu pula dengan absurditasnya. Hanya saja, rasanya saya tidak puas. Ada satu hal besar yang jadi pertanyaan saya, dan itu benar-benar mengganggu kenikmatan saya ketika membacanya.

Jadi, seperti yang sudah saya ceritakan di atas, "si kutu" tidak berhasil dipulangkan secara sempurna oleh Lettie, karena si anak lelaki melepaskan genggaman tangan Lettie. Lalu Ursula Monkton datang, dan dimulailah penderitaan si anak lelaki. Si anak lelaki menolak untuk makan apapun yang dibuat oleh Ursula, meskipun seluruh keluarganya sangat menyukainya dan memujanya, terutama adik dan ayah si bocah. Dia juga beberapa kali berusaha untuk kabur dan pergi ke peternakan Lettie, tapi gagal.

Usaha si anak lelaki untuk memberi tahu keluarganya kalau Ursula bukanlah manusia, gagal total, dan justru menyebabkannya hampir mati. Ironisnya, ia justru hampir dibunuh oleh ayahnya sendiri, yang menenggelamkannya di bak mandi (and this part is really sickening me!). Kenapa si ayah sampai tega berbuat seperti itu? Karena pesona Ursula begitu menawannya, hingga ia lupa dengan anak lelakinya!! Si ayah bahkan bercinta dengan Ursula (this one is pretty disgusting too... #hoeekk) sementara si anak yang masih siyok dan kedinginan, berusaha kabur dari rumahnya untuk mencapai peternakan Lettie.

Dimana Lettie? Kenapa ia membiarkan si anak lelaki menderita sebegitu lamanya? Kenapa dulu setelah si penambang opal mati dan si anak lelaki tersedak koin dari tenggorokannya, Lettie segera tahu kalau ada yang salah dan segera menemui si anak lelaki di rumahnya, lalu membereskan segalanya? Kenapa kali ini dia diam saja? Bukankah lepasnya tangan si anak lelaki merupakan sebuah tanda kalau akan terjadi sesuatu yang nggak beres nantinya? Kenapa si anak lelaki harus berjuang sampai hampir mati dulu baru bisa bertemu dengan Lettie? Kenapa?

Yep. Itulah pertanyaan yang mengganggu benak saya. Mungkin karena saya nggak sabar aja kali ya... Dan bagian dengan si Ursula itu benar-benar menjijikan bagi saya, hingga saya skip beberapa kali. Saya pikir saya akan menyukai kisah dongeng untuk dewasa Neil Gaiman ini, seperti saya menikmati "Stardust", tapi ternyata yah... cukup dua bintang aja dari saya...

Satu hal yang mengganggu juga adalah lirik lagu yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hanya diberi bahasa Inggrisnya saja, tanpa arti ke dalam bahasa Indonesianya. Padahal tidak ada salahnya untuk menuliskan artinya di bawahnya. Surely, you didn't expect all your readers would understand english, huh? Emang kecil sih, dan nggak berpengaruh ke cerita juga, tapi entah kenapa saya merasa terganggu aja. Ya, mungkin karena saya memang merasa masih belum puas dengan cerita ini kali ya? Jadinya gitu deh bawaannya. Yang jelas saya nggak kapok baca cerita om Gaiman, dan masih terus menanti keabsurdan dan kefantastisan ceritanya....

Oh iya, buat saya judul "Samudera di Ujung Jalan Setapak" sudah bagus. Ada nuansa misterius dan romantis disana. Mungkin lebih baik kalau judul bahasa Indonesianya yang diperbesar, dan bahasa Inggrisnya yang diperkecil, supaya lebih banyak orang Indonesia yang mengerti, karena saya pikir judul "The Ocean at the End of the Lane" agak sulit untuk dihapalkan dan dipahami. 


Comments