Margaretta Gauthier


Margaretta GauthierMargaretta Gauthier by Alexandre Dumas-fils
My rating: 4 of 5 stars

Bagi sebagian orang, novel roman klasik tidak menarik, karena narasi yang panjang, sedikit percakapan, dan plot yang lambat. Tapi sepertinya saya justru cocok dengan cerita-cerita semacam itu. Beberapa roman klasik yang sangat saya sukai, pernah saya rekomendasikan kepada teman-teman saya, tapi ternyata mereka tidak menyukainya. Dan sekarang, sekali lagi, sebuah roman klasik telah mengikat hati saya. Membawa saya kepada lonjakan perasaan dan membuat saya menitikkan air mata.

Kali ini kisah Margaretta yang membuat saya merasa iba. Kehidupannya yang miskin membawanya kepada jurang kenistaan. Demi mendapatkan sehelai pakaian dan sepotong roti, ia harus menjual kehormatannya. Padahal hanya kehidupan sederhana yang diidamkannya. Ia hanya mengharapkan atap untuk tempat berlindung, sehelai pakaian untuk melindungi tubuhnya, dan sepotong roti di pagi dan petang untuk mengganjal perutnya. Tapi tak ada yang mau memberikan itu kepadanya. Setidaknya dengan cara yang terhormat. Sehingga dia bersumpah, setelah menjual kehormatannya, bahwa dia akan membenci seluruh lelaki dan akan menghancurkan mereka.

Margaretta, dengan kecantikannya, menjadi seorang pelacur yang paling terkenal di Paris. Semua lelaki tunduk di hadapannya. Tetapi ia sudah bersumpah bahwa ia tidak akan memberikan hatinya kepada siapapun. Jadilah mereka semua menjadi mainannya yang dapat ia campakkan sesuka hatinya. Baginya, semua laki-laki sama. Hanya menginginkannya di saat ia cantik jelita dan memiliki kedudukan (meski itu hanya pelacur terkenal) tapi semuanya akan berbondong-bondong meninggalkannya jika semua itu sudah hilang dari tubuhnya.




Namun perjumpaannya dengan seorang pemuda membuka hatinya. Laki-laki itu bernama Armand, yang mencintai Margaretta dengan tulus bukan hanya karena kecantikannya. Di saat Margaretta sakit, hanya dialah yang setiap hari datang mengunjungi rumahnya dan bertanya kepada pelayannya tentang kondisinya. Bahkan hingga dua-tiga kali ia menanyakan kabar Margaretta kepada pelayannya.

Setelah pergulatan batin yang luar biasa di diri Margaretta, ia pun menyadari bahwa ia sangat mencintai Armand dan tidak bisa hidup tanpa dirinya. Mereka pun pergi ke sebuah desa yang jauh dari Paris untuk memulai hidup bersama. Sayangnya kebahagiaan mereka hanya bertahan selama setahun saja, karena harta yang Armand miliki mulai habis untuk kehidupan mereka sehari-hari, hingga Margaretta pun harus menggadaikan perhiasan-perhiasan miliknya bakan berhutang untuk kehidupan mereka.

Saat itulah ayah Armand datang menjemput anaknya. Tentu saja Armand menolak karena ia sangat mencintai Margaretta dan tidak sanggup hidup tanpanya. Namun setelah pertemuan kedua dengan ayahnya, ia mendapati bahwa Margaretta telah pergi meninggalkannya. Armand yang sakit hati dan cemburu menganggap bahwa Margaretta pergi karena kini ia tidak punya harta. Ia mengirimkan surat kepada perempuan itu yang isinya pasti akan ia sesali di kemudian hari.

Kenapa Margaretta pergi meninggalkan Armand? Apa benar karena Armand kini telah miskin? Apakah benar seorang pelacur macam dia tidak bisa setia dan tidak bisa mencintai seseorang dengan tulus?

Ada sebuah pola tersendiri yang khas dalam sebuah roman klasik: tragedi. Sama seperti roman-roman klasik lainnya seperti "Wuthering Heights" atau "Romeo and Juliet", cerita ini juga tentang tragedi. Tragedi yang menimpa Margaretta sejak ia muda. Seolah-olah ia hidup hanya untuk merasakan segala penderitaan yang ada di dunia. Baru saja ia merasakan cinta, tapi cinta itu harus diambil dari dirinya. Ditambah lagi, ia menderita penyakit TBC, yang di zaman itu sudah pasti hanya akan berakhir pada satu hal. Namun meskipun sering kali berakhir dengan tragedi, saya ternyata tidak bisa membenci kisah macam ini.

Di dalam cerita ini saya sungguh merasa kasihan kepada Margaretta, yang ditimpa kemalangan sepanjang hidupnya. Bagi sebagian orang, kehidupan yang tampak sederhana dan mudah dicapai oleh orang kebanyakan, memang menjadi sesuatu hal yang mahal dan mewah. Saya juga menyayangkan karena hati Margaretta terlanjur jatuh kepada Armand, yang menurut saya memiliki jiwa yang lemah. Seandainya Armand bukan berasal dari keluarga yang memiliki nama (meski sepertinya bukan bangsawan besar), tapi dari kelas orang biasa, tentu hidup mereka tidak akan sesulit itu. Armand bukan pemuda yang dididik untuk bekerja dan menghasilkan uang dari peluhnya sendiri. Ia tidak seperti Matthew di Downton Abbey yang mendapat gelar kebangsawanannya setelah ia merasakan pahit manis kehidupan sehingga terbiasa untuk bekerja dan bukan hanya hidup dari gelar kebangsawannya saja. Menurut saya, kelemahan Armand itulah yang membuat cinta menjadi lebih sulit selain karena perbedaan kedudukan sosial di antara mereka.

Cerita yang sampai di tangan saya ini adalah adaptasi dari "The Lady of Camellias" yang dialihbahasakan oleh Prof. Dr. Hamka dari bahasa Arab oleh Syaikh Mustafa Luthfi al-Manfaluthi. Dari segi bahasa, maka karya ini diterjemahkan dari bahasa kedua bukan dari sumbernya langsung. Padahal menurut kaidah penerjemahan, penerjemahan yang bukan dari bahasa sumber akan menyebabkan beberapa reduksi dari segi isinya. Saya tidak tahu seberapa banyak perbedaannya dengan versi aslinya, tapi sepertinya di awalnya cukup berbeda (setelah membaca beberapa review di Goodreads). Untungnya saya nggak bisa bahasa Prancis, jadi saya nggak rewel seperti waktu saya membaca terjemahan Indonesianya "Kitchen" Banana Yoshimoto yang jelas banget bukan diterjemahkan dari Bahasa Jepang.

Buku yang ada di tangan saya ini kertasnya sudah menguning. Sepertinya ini adalah cetakan ketujuh yang terbit tahun 1975. Bahasanya tentu saja agak berbeda dengan apa yang kita pakai saat ini, sekitar 40 tahun setelahnya. Terkadang saya berhenti sejenak ketika merasakan ada bahasa yang mengganjal, yang kini sudah jarang sekali kita pakai (kecuali mungkin yang di daerah), misalnya kata "lurah" yang berarti lembah. Selain itu, penerjemahan yang berasal dari bahasa Arab membuat saya tertegun ketika muncul kata-kata yang sangat kental makna Islamnya, seperti Allah subhanallahu wata'ala, azab, dan kalau tidak salah ada kata-kata jannatun na'im juga. Kalau itu diterjemahkan di zaman sekarang oleh penulis kontemporer, saya pasti sudah tertawa terbahak-bahak. Tapi karena ini Hamka, saya merasa tidak pantas melakukannya.

Sebagai penutup, ada satu kalimat favorit saya yang selalu saya ulang-ulang setiap kali membaca sebuah buku romantis yang penuh tragedi...

Sejak dahulu, begitulah cinta. Deritanya tiada akhir....

Comments

  1. Dapatkan penghasilan tambahan dari website atau blog Anda dengan bergabung dengan Program Afiliasi dari salah satu toko buku online Indonesia.
    Dengan mereferensikan pengunjung website/blog Anda ke Belbuk.com melalui klik pada link afiliasi, dan apabila pengunjung tersebut berbelanja buku di website kami, maka Anda akan mendapatkan komisi penjualan sebesar 5% dari dari total pembelian. Tidak hanya itu, anda akan mendapatkan komisi secara terus-menerus dalam setiap pembelanjaannya, selama pelanggan tersebut mengakses dari komputer yang menyimpan cookie yang telah mengandung kode afiliasi Anda.

    Bergabung sekarang juga: http://www.belbuk.com/afiliasi

    Terimakasih.

    ReplyDelete

Post a Comment