[Cerpen Klasik] Yabu no Naka - Akutagawa Ryunosuke

Review cerpen klasik di bawah ini dalam rangka ikutan event-nya Baca Klasik yang sedang mengadakan kegiatan membaca cerpen klasik karya pengarang dunia. Berikut cerpen yang saya pilih, yaitu Yabu no Naka karya Akutagawa Ryunosuke.

Pertama kali baca ceritanya pas saya masih duduk di bangku SMA. Kebetulan yang tak terduga, membawa saya berkenalan dengan Om Akutagawa di salah satu sudut perpus sekolah. Sejak itu, saya jadi jatuh cinta sama karya-karya beliau...


Buku yang memuat tiga cerpen karya empunya cerpen Jepang ini diulas dengan begitu lengkap, termasuk di dalamnya terdapat biografi Akutagawa juga telaah cerpennya. Nggak heran, karena ternyata yang menerjemahkannya adalah seorang dosen sastra Jepang FIB UI, yang kini menjabat menjadi dekan di fakultas itu.

Dari tiga cerita yang ditampilkan dalam buku ini yaitu, "Rashomon", "Yabu no Naka", dan "Hana" cerita kedua adalah cerpen favorit saya.

Ceritanya keren banget pokoknya (promosi). Habis baca cerita itu saya terperangah, tersepona, dan terpukau. *bangkit dari tempat duduk tepok tangan* *mingkem*

"Yabu no Naka" (1922) yang berarti di dalam belukar adalah sebuah cerpen mengenai pembunuhan seorang lelaki samurai yang ditemukan di dalam semak-semak di dalam hutan belantara. Ada tujuh orang tokoh yang berperan sebagai saksi dalam kisah ini, empat saksi pendukung dan tiga saksi utama.

Empat saksi pendukung tidak brkaitan langsung dengan pembunuhan, tetapi memberikan gambaran kepada tokoh-tokoh yang berperan penting atas pembunuhan samurai itu. Pertama kesaksian penebang kayu yang menemukan mayat, lalu pendeta yang melihat sosok lelaki itu sebelum terbunuh bersama istrinya, setelahnya kesaksian mantan penjahat yang bekerja dengan polisi, dan terakhir seorang perempuan tua yang ternyata adalah ibu dari istri si lelaki yang terbunuh.

Sementara itu, kunci pelaku pembunuhan terletak di tiga saksi terakhir. Yang pertama adalah pria bernama Tajoumaru. Ia adalah seorang penjahat kelas kakap yang dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kejahatan seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Sangat suka perempuan dan mengaku kalau ia tertarik pada istri si samurai yang cantik jelita, hingga tak berkeberatan untuk membunuh lelaki itu asal bisa mendapatkan istrinya.

Saksi kedua berasal dari pengakuan dosa seorang perempuan muda di Kiyomizudera (sebuah kuil Budha di Jepang). Ia mengaku kalau ia dan suaminya yang sedang menempuh perjalanan bertemu dengan seorang lelaki jahat yang menodainya, yang kemudian berujung pada kematian suaminya.

Sementara saksi terakhir berupa roh penasaran yang diperantarai oleh seorang biksu. Di situ ia menceritakan kisah hidupnya, juga kisah kematiannya, yang sayangnya bukannya mencerahkan teka teki dalam cerita ini, tetapi justru makin memperkeruh dan mengaburkan fakta yang ada. WOW!! *desperet* *jedot-jedotin pala ke tembok*

Meskipun demikian, saya merasa bahwa melalui cerpen ini Akutagawa Ryunosuke kembali menunjukkan kredibilitasnya sebagai bapak cerpen Jepang. Puluhan (atau mungkin ratusan) cerpen yang dihasilkannya telah membawa nuansa baru dalam kesusasteraan Jepang era Taisho (sekitar awal 1900-an).

Sayangnya penulis berbakat ini mati muda di usia 35 tahun. Kematian Akutagawa menambah daftar panjang kematian sastrawan Jepang yang meninggal karena bunuh diri (dan itu jumlahnya buannyaaakkk...).

Namun nama Akutagawa Ryunosuke tetap harum, dan hingga kini namanya digunakan sebagai nama penghargaan bergengsi untuk para penulis berbakat Jepang, yang dinamakan 芥川龍之介賞 atau Akutagawa Prize.

Oh iya, kisah ini juga pernah difilmkan oleh sutradara Jepang yang termasyhur itu, Akira Kurosawa dengan judul Rashomon (1950). Padahal sebenarnya Rashomon itu cerpen Akutagawa lainnya dengan cerita yang jauh berbeda. Film ini dapat banyak penghargaan dan salah satu film Jepang pertama yang dapat pengakuan dari dunia internasional. Saya sih belum pernah nonton filmnya, habis setiap kali Japan Foundation Jakarta memutar film itu, saya selalu berhalangan hadir. Nasib...

Yang jelas, sejauh ini setelah membaca karya-karya Akutagawa, saya merasa jatuh cinta dengan tulisan-tulisannya. Karya-karya Akutagawa yang sebagian besar bernuansa kelam telah menampilkan sisi tergelap dari diri manusia, yang terkadang tak disadari oleh mereka...


Comments

Post a Comment