Harimau! Harimau!

Harimau! Harimau! by Mochtar Lubis
My rating: 4 of 5 stars

Sebagai generasi 90-an yang tidak pernah dapat tugas membaca karya sastra buatan sastrawan-sastrawan besar Indonesia, saya pernah merasa ada yang kurang dalam identitas kedirian saya sebagai orang Indonesia. Ketika kuliah dulu, saya mungkin lebih hapal nama sastrawan Jepang, masa hidup, dan karya-karya mereka ketimbang sastrawan Indonesia dan karya-karyanya. Saya juga sempat merasa malu, mengaku suka membaca buku, tapi tidak tahu sumbangan macam apa yang telah diberikan oleh para sastrawan kita kepada kita saat ini.

Saya juga sempat heran dan bertanya-tanya, kenapa orang-orang di luar sana tahu karya sastra dari sebelum abad 20 dan masih membacanya, dan karya-karya itu begitu dihargai dengan sedemikian tingginya. Tapi lihatlah kita dan anak-anak muda di Indonesia lainnya, karya tahun 70 atau 80-an pun sudah tidak lagi dikenali, apalagi yang sebelum-sebelum itu. Di toko buku pun lebih mudah ditemukan kisah-kisah tentang "kids zaman now" yang hanya galau soal cinta, pacar, kerja, dan hidup dalam kemewahan. Tidak heran jika saat ini kita dikelilingi oleh karya-karya picisan, dangkal, dan tidak ada makna apapun yang bisa dipakai untuk memperkaya diri dan kehidupan.

Ikhtiar saya untuk mengenali sastrawan-sastrawan Indonesia justru dimulai setelah lulus kuliah dan menapaki dunia kerja. Ketika itu, saya (yang belum lama pulang dari pertukaran pelajar di negeri asing) membutuhkan hal-hal untuk memperkaya diri saya sebagai orang Indonesia, untuk mengokohkan identitas saya. Sayangnya, selama bertahun-tahun ini ikhtiar itu baru sebatas mengumpulkan saja, tapi belum membacanya. Tapi tak apa. Pelan-pelan saja. Semua harus dinikmati prosesnya. Untuk apa membaca dengan cepat-cepat tapi kemudian lupa begitu saja dengan cerita dan tidak bisa mengambil makna? Bukankah itu justru jadi sia-sia. Apalagi kalau hanya untuk mengejar target baca saja. Kalau cuma ngejar target, mending saya baca komik saja. Hehehee....

Jadi, seperti apakah cerita "Harimau! Harimau!" ini? Silakan baca sinopsisnya di review yang lain, ya. Soalnya saya mau komentar-komentar aja di sini. Buat saya, buku ini sangat manusiawi. Sangat menggambarkan manusia, yang ingin menutupi bagian-bagian terkotor dalam dirinya. Menutupi dosa-dosa dan kesalahan dari orang lain. Menutupi ketakutan dan keraguannya dari dunia. Menutupi segala buruk rupa, cacat, borok, dan kotoran di dalam diri hingga tidak ada yang boleh tahu, meski itu diri sendiri, bahkan Tuhan sekalipun.

Tentu tidak ada salahnya dengan menutupi dosa yang dilakukan dari orang lain, karena dosa-dosa itu adalah aib yang sejatinya memang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Tapi, penting bagi diri kita untuk mengakuinya. Biarkan orang lain tidak tahu, asal kita tahu dan mengakui itu sebagai bagian dari diri kita sendiri. Karena hanya dengan begitulah kita bisa bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi manusia yang lebih baik. Tapi sayangnya, mengakui kepada diri sendiri itu tidak gampang, karena pengakuan itu akan menimbulkan kesadaran diri mengenai seperti apakah diri kita yang sebenarnya.

Mungkin di luar kita tampak begitu pandai, kuat, dan berani tapi sejatinya diri kita pengecut dan memanfaatkan orang lain supaya dianggap kuat. Mungkin di luar kita tampak bahagia dan ceria, padahal sesungguhnya ada kesalahan besar di dalam diri yang tidak mau diakui dan berusaha lari darinya. Mungkin juga orang menganggap kita orang yang shalih dan taat beragama, tapi sebenarnya di dalam diri kita penuh keraguan akan Tuhan dan agama itu sendiri.

Pengakuan-pengakuan ini tidak mudah untuk dilakukan, karena kita sudah terbiasa dengan diri kita, seperti apa yang ingin kita lihat. Seperti apa yang orang lain lihat dan ungkapkan kepada kita, meski sebenarnya itu bukan diri kita. Tanpa sadar, mungkin kita telah membesarkan binatang-binatang buas di dalam diri, harimau-harimau, atau singa-singa, atau beruang-beruang, yang setiap hari diberi makan dengan penyangkalan sehingga kita tidak tahu lagi hakikat diri yang sesungguhnya. Maka, mungkin benar apa yang dikatakan Pak Haji, bahwa kita perlu membunuh harimau-harimau di dalam diri kita terlebih dahulu (yang mungkin lebih bengis dan lebih jahat) sebelum dapat menaklukkan harimau-harimau lain di luar sana....

View all my reviews

Comments