Rose Madder, Sebuah Dunia Dibalik Lukisan

Rose MadderRose Madder by Stephen King
My rating: 2 of 5 stars

Seberapa jauh seorang manusia dapat berbuat kasar dan jahat pada manusia lainnya? Atau dalam kasus ini, seorang suami kepada istrinya?

Seberapa jauh juga sang istri harus bertahan dari sikap kasar suaminya? Apakah ketika ginjalnya mulai rusak karena tak tahan sering dipukul suaminya? Atau ketika tulang rusuknya patah karena suaminya marah atas kesalahan yang tak pernah dilakukannya? Atau ketika bayi yang diidam-idamkan harus direlakan ketika sang suami pulang dalam keadaan murka karena kejadiaan di tempat kerjanya?

Semua hal di atas pernah dialami oleh Rose Daniels, seorang wanita yang telah 14 tahun menikah dengan suaminya, Norman. Rose, yang lebih senang dipanggil Rosie, pernah merasakan berbagai kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, yang temperamental, pemarah, namun cerdik.

Lantas, kenapa Rosie tidak melaporkan kepada polisi?

Itu karena Norman adalah seorang polisi. Dan Norman selalu mencekoki kepala Rosie, bahwa setiap polisi adalah bersaudara. Norman juga seorang detektif polisi yang handal, sehingga Rosie tidak berani kabur dari kekejamannya, dan memutuskan untuk menerima semuanya seorang diri. Hingga pada suatu hari, beberapa tahun setelah ia keguguran dan kehilangan anak yang selalu diidamkannya, Rosie melihat sebercak darah pada kasurnya. Darah bekas kekerasan Norman yang ia pikir sudah sembuh, tapi tampaknya masih menyisakan luka dalam di hidungnya.

Rosie sudah tidak tahan. Ia kabur dari rumah itu, membawa ATM milik Norman dan pergi jauh ke utara.


Di tempat itulah Rosie, yang selama 14 tahun tidak pernah keluar dari rumahnya, menjalani kehidupan baru. Berupaya mengatasi paranoia-nya dan ketakutannya pada manusia, ia mulai mendapatkan hidupnya yang baru bersama sekumpulan wanita yang juga pernah mengalami nasib serupa dirinya, di sebuah tempat bernama Daugters & Sisters.

Sulit pada awalnya, karena Rosie tidak memiliki keahlian apapun selain membersihkan rumah, dan memang Norman tak pernah mengijinkan Rosie untuk melakukan apa yang diinginkannya. Bahkan sekadar membaca novel pun terkadang bisa berujung pada pukulan-pukulan, jika mood Norman sedang jelek.

Selain menemukan hidup baru, Rosie juga mulai menemukan cinta baru di sosok seorang lelaki bernama Bill, ketika Rosie ingin menjual cincin kawinnya--yang ketika Norman memberinya ketika melamarnya, dikatakan bahwa cincin itu harganya setara dengan mobil mahal. Namun Rosie harus menelan kekecewaan karena ia ditipu oleh suaminya sendiri, bahkan di hari sebelum mereka menikah.

Ketika bersiap untuk meninggalkan toko, mata Rosie tertumbuk pada sebuah lukisan cat air yang aneh. Merasakan dorongan dari lukisan itu, Rosie pun membelinya dan Bill ternyata bersedia untuk menukar lukisan itu dengan dua cincin Rosie yang ternyata tidak ada harganya. Tak lama, seorang pengunjung di toko Rosie mendekatinya dan menawarinya pekerjaan sebagai seorang pembaca audio book karena Rosie memiliki suara yang khas, sesuatu yang tak pernah ia ketahui sebelumnya.

Tanpa disadari, lukisan itu telah membawa sebuah perubahan pada diri Rosie, lukisan bernama Rose Madder itu memberi Rosie keberanian yang tak pernah dimilikinya. Lukisan itu telah membuat Rose Daniels yang pengecut mati dan yang tinggal hanyalah Rose McClendon yang pemberani, bahkan ketika Norman mengejarnya untuk membawa pulang Rosie, dan mengajaknya bicara.. Dari dekat...

Setelah selesai membaca buku ini, saya jadi berpikir kalau kisahnya mirip dengan Safe Haven-nya Nicholas Sparks. Mulai dari istri yang dianiaya suaminya yang polisi, hingga akhirnya dia kabur. Bedanya, sepertinya saya lebih menyukai Safe Haven ketimbang Rose Madder.

Di Rose Madder, sosok Norman benar-benar sosok lelaki menakutkan yang sakit jiwa. Lebih mengerikan lagi karena dia adalah seorang polisi dan ia bukan polisi biasa, karena dia sangat cerdik dan mampu membuat dirinya berpikir menjadi orang lain. Itu jugalah yang membuatnya berhasil menemukan Rosie.

Saya selalu men-skip bagian Norman, karena saya nggak tahan baca isi otaknya yang gila itu. Udah gitu, membosankan juga sih soalnya. Di bagian tengah, ketika Rosie masuk ke dalam lukisan, ceritanya mulai jadi menarik dan saya pun membacanya dengan saksama. Tapi setelah itu, mulai agak membosankan lagi hingga sampai pada klimaksnya--yang nggak sanggup saya baca semuanya karena selain udah terlalu penasaran sama endingnya, saya juga masih nggak kuat baca isi otaknya Norman.

Norman benar-benar gila, dan ia tidak segan-segan menghabisi nyawa siapapun yang menghalangi tujuannya untuk mendapatkan Rosie. Dan Stephen King dengan gamblang membeberkan semuanya yang kadan bikin perut saya jadi melilit.. >,<

Saya nggak suka endingnya, dan menurut saya buku ini terlalu tebal untuk sebuah kisah seperti ini... Mungkin karena King dengan detail menjabarkan apa yang ada di pikiran Norman, yang membuat buku ini jadi luar biasa tebal.

Ini karya Stephen King pertama yang saya baca dan cukup dua bintang saja untuk seorang pengarang terkaya kedua di dunia versi Forbes. Mungkin saya harus membaca karya Stephen King lainnya yang sekiranya lebih cocok buat saya.

View all my reviews

Comments