Gadis Korek Api dan Kumpulan Dongeng (Absurd) lainnya


Saya selalu menyukai kisah dongeng maupun legenda. Kisah-kisah semacam itu biasanya penuh dengan hal-hal yang menggugah imajinasi dan juga rasa ingin tahu saya. Begitu juga ketika saya membaca buku ini. Saya menyimpan harapan besar untuk dapat menikmati setiap kisah yang tertulis di tiap lembarnya, tapi ternyata saya salah...

Buku yang baru saja saya baca berjudul "Gadis Korek Api dan Dongeng-dongeng lainnya" yang ditulis oleh bapak dongeng dunia, Hans Christian Andersen. Beberapa kisah dalam buku ini sudah pernah saya dengar ataupun saya baca sebelumnya. Tetapi ternyata, banyak juga dongeng yang baru pertama kali saya baca.


Sebagian besar dongeng yang saya baca dalam buku ini tidaklah saya sukai. Misalnya kisah cinta putri duyung kecil terhadap seorang anak manusia. Kisah yang dulu saya anggap romantis itu, kini tak berbekas di hati saya. Bagi saya, putri duyung kecil itu tidak lebih dari seorang remaja labil yang rela membuang keluarganya demi cinta (yang bisa jadi hanya cinta monyet). Sedihnya, ia juga harus kehilangan nyawanya setelah itu.

Kisah selanjutnya berjudul "Angsa-angsa Liar" bercerita tentang seorang putri cantik jelita yang diasingkan oleh ibu tirinya (yang tampaknya selalu jahat di cerita manapun), karena ia tidak suka melihat kecantikan anak tirinya itu. Kakak sang putri, yang berjumlah sebelas orang diusir dari istana oleh ayah kandung mereka (yang menurut saya sangat tidak masuk akal) dan disihir menjadi angsa (tanpa sepengetahuan sang ayah juga tentunya). Sang putri akhirnya menemukan cara untuk menghilangkan kutukan kakaknya, tetapi ujung-ujungnya dia malah dituduh sebagai penyihir oleh raja yang dengan sengaja membawa dia dari tempat persembunyiannya. Tapi akhirnya si putri ini membuktikan kalau dia nggak bersalah dengan mengembalikan kutukan kakak-kakaknya, dan ia pun menikah dengan sang raja dan hidup bahagia selamanya. Kalau saya jadi putrinya sih, saya ogah banget nikah sama orang yang dengan seenaknya menuduh saya, bahkan mau ngebunuh saya... ;p

Selanjutnya adalah cerita "Thumbelina". Cerita asli yang saya baca ini juga mengacaukan fantasi saya yang terbangun sebelumnya. Dari awal ceritanya saja sudah aneh. Seorang perempuan menginginkan seorang anak (wajar kalo dia menikah, lha kalo nggak? Dapet dari mana? Dari Hongkong?) Ia akhirnya mendapatkan seorang anak yang cantik jelita, namun sayangnya berukuran sangat kecil, yang sangat dia sayangi. Sayangnya, perasaan si perempuan ini, yang meskipun secara biologis bukanlah ibu kandung tetapi tetaplah ibu Thumbelina, tidak berbalas. Thumbelina yang diculik oleh seekor katak bukannya mencari jalan pulang untuk menemui ibunya yang telah merawatnya dan begitu mengasihinya, tapi malah berpetualang dan akhirnya menikah dengan peri bunga yang tampan.

Cerita aneh berikutnya adalah tentang Ratu Salju, yang membawa pergi seorang anak laki-laki bernama Kay. Kay yang awalnya adalah seorang anak laki-laki yang baik hati dan tidak sombong serta penyayang, berubah secara drastis ketika kepingan cermin yang dipecahkan oeh iblis masuk ke dalam mata dan juga hatinya. Gerda, teman bermain Kay, seorang anak perempuan teman bermain Kay yang sudah sangat dekat dengannya laksana saudara kandung, pergi dari rumah demi mencari Kay. Lagi-lagi tanpa mempedulikan keluarganya ataupun nenek yang disayanginya. Lagipula, seorang anak kecil yang lugu, polos, dan baik hati itu tidak mungkin berubah secara drastis di sebuah malam bersalju hanya karena ada serpihan kaca yang sangat jahat masuk ke dalam tubuhnya kan?

Hahaha, skeptis sekali ya saya ini. Soalnya, saya merasa kalau ceritanya tidak masuk akal dan tidak bisa diterima oleh akal dan pikiran saya. Padahal saya menikmati membaca kisah dongeng lainnya, seperti dongeng Pangeran Bahagia yang disampaikan oleh Oscar Wilde, maupun dongeng-dongeng lainnya. Tapi, saya tidak bisa menerima sebagian besar kisah yang ada di buku ini.

Yang paling absurd, nggak jelas, dan nggak bisa dinalar dari semuanya adalah kisah tentang seorang pangeran yang mencari istri seorang putri sejati. Setelah pencarian panjang, sang pangeran akhirnya bisa menemukan putri sejati idamannya karena sang putri tak bisa tidur nyenyak gara-gara ada sebutir kacang hijau di bawah tumpukan dua puluh kasur dengan dua puluh lapis tilam bulu!! O.o What the?? =_____________=" Sekarang saya tahu bahwa untuk menjadi putri sejati anda hanya harus memiliki kulit super sensitif laksana kulit tipis telur sehingga bisa merasakan sebutir kacang hijau di balik tumpukan dua puluh kasur!!! Orang dengan kulit setebal kerbau macam saya tentunya nggak bisa merasakan itu semua... ;p

Rasanya nggak adil kalau saya hanya menceritakan jelek-jeleknya saja. Beberapa kisah di buku ini cukup saya sukai. Yang pertama adalah kisah yang jadi judul buku ini, Gadis Korek Api. Kisahnya cukup pendek dan sesuai dengan gambaran saya. Kisah berikutnya adalah "Baju Baru Kaisar" yang penuh dengan nuansa sindiran terhadap kaisar dan juga jajaran pemerintahan yang berhasil ditipu oleh dua orang penipu. "Kisah Rembulan" Cukup saya sukai, karena berisi cerita-cerita pendek tentang rembulan yang bercerita dengan sahabatnya seorang manusia. Manusia ini kemudian menceritakannya kembali lewat lukisannya dan juga tulisannya. Ada beberapa kisah di situ yang menyentuh hati, sementara beberapa yang lain cukup absurd.

Ketika membaca dongeng-dongeng ini saya juga merasa jenuh dengan cerita putri yang sangat cantik jelita atau pangeran yang tampan dan rupawan. Seolah-olah ciri-ciri fisik menjadi faktor yang begitu berarti dibandingkan semuanya. Sebenarnya, saya teringat cerita teman saya ketika masih kuliah dulu. Kenapa dalam kisah dongeng, pangeran selalu digambarkan sebagai sosok yang tampan dan sang putri pastilah cantik jelita? Dia bilang, itu karena pada kenyataannya, pangeran dan putri pada zaman itu jauh dari sosok yang ada di dongeng. Dia bilang begitu karena diberitahu dosennya, lho. Pake nunjukin anggota kerajaan di salah satu negara Eropa segala. Dan yah... Kenyataan itu memang kejam. Mungkin itu juga yang menyebabkan banyak kisah sedih dan tragis di dongeng ini. Salah seorang dosen saya ketika di Jepang pernah berkata, bahwa zaman dulu banyak sekali anak kecil yang meninggal dunia karena wabah penyakit, kelaparan, atau hal-hal buruk mereka. Kisah mereka banyak yang diangkat menjadi tulisan, sehingga kisah asli dari dongeng-dongen itu pastilah kelam. Orang-orang zaman sekarang kemudian memberikan improvisasi sehingga kisah kelam itu menjadi happy ending. Jadi kalau begitu, live happily ever after justru diperkenalkan oleh orang-orang modern dong? Hhhmmm....

Satu hal lagi yang buat saya kepikiran adalah... Apa mungkin pikiran saya sudah terkontaminasi dengan hal-hal yang logis dan realistis sehingga saya tidak bisa menikmati dongeng-dongeng yang ada di buku ini? Saya jadi teringat dengan film "Enchanted", film separo animasi separo live action garapan Disney itu. Di film itu, si pemeran utama pria kan orang yang anti sama cerita-cerita fantasi ala negeri dongeng, yang dianggapnya sangat tidak realistis. Saya nggak sebegitunya sih, saya masih menikmati kisah-kisah dongeng dan fantasi yang tidak realistis tapi masih asyik untuk diikuti.

Cuma... Entah ya... Kenapa yang satu ini nggak bisa saya nikmati. Apa mungkin saya bisa lebih menikmati kisah ini jika saya membacanya ketika masih kanak-kanak dulu? Saya jadi ingin baca lagi dongeng-dongeng dari daerah Indonesia yang dulu pernah saya baca ketika masih SD. Saya ingin tahu apakah cara pandang saya berubah atau tidak? Jika ya, berarti memang ada sesuatu yang berubah di dalam diri saya. 

Saya selalu terbiasa dengan pola berpikir bahwa dongeng akan mengajarkan kearifan dan kebijaksanaan, sementara dongeng yang saya baca sekarang ini tak memberikan apapun bagi diri saya. Atau mungkin, memang sayanya saja yang sudah tidak cocok lagi dengan cerita-cerita dongeng semacam ini. Tapi, saya masih belum kapok. Masih terlalu cepat mengambil kesimpulan, karena saya belum membaca semua dongeng yang ditulis oleh H.C. Andersen. Saya juga belum baca dongeng-dongeng yang dikumpulkan oleh Grimm bersaudara. Jadi, masih ada harapan untuk saya!! ;p

Judul : Gadis Korek Api dan Dongeng-dongeng Lainnya
Penulis :  H. C. Andersen
Penerjemah :  Ambhita Dhyaningrum
Penerbit :  Atria
ISBN :  978-979-024-462-7
Jumlah Halaman :  267 halaman
Cetakan :  I Maret 2011










Comments

  1. wah wah wah.. mbaknya juga suka sama dongeng juga ya mb? kita samaan dong., heheh salam kenal ya mb,

    ReplyDelete

Post a Comment