The Girl Who Kicked The Hornets' Nest


The Girl Who Kicked the Hornet's Nest by Stieg Larsson
My rating: 5 of 5 stars

Pertama-tama saya ingin memberikan penghargaan kepada Lisbeth Salander, yang kini secara resmi menjadi tokoh fiksi wanita tervaforit buat saya, setelah sebelumnya ditempati oleh Hermione Granger. Lisbeth yang kuat, cerdas, tegar, penuh percaya diri, dan tidak peduli pada apa yang dipikirkan oleh orang, meskipun itu berarti bahwa seluruh dunia memusuhinya.

Setelah menutup lembaran terakhir "The Girl Who Kicked The Hornets' Nest", saya harus menahan napas dan merasa sedikit tidak rela, karena berarti saya harus berpisah dengan Salander. Apalagi, benar-benar udah nggak mungkin ada sekuel dari novel trilogi ini, mengingat pengarangnya sudah meninggal dunia (secara tiba-tiba).

Sulit bagi saya untuk menuliskan review dari buku ketiga ini, karena banyak sekali hal yang ingin saya sampaikan, tapi di saat yang bersamaan saya juga ingin menutupinya, agar Anda sendiri yang menemukan perasaan dan sensasi seperti yang saya rasakan ketika membaca buku ini.

Cerita dibuka dengan Salander yang telah dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan kritis. Setelah adegan-adegan yang bikin ngilu di akhir buku kedua, Salander ditemukan dalam keadaan pingsan oleh Kalle Bajingan Blomkvist, yang langsung memanggil ambulans, yang membawa gadis itu pergi dari hadapannya. Zalachenko pun turut dilarikan ke Rumah Sakit bersama Salander.

Nyawa Salander terancam. Ia dalam keadaan kritis setelah sebutir peluru bersarang di otaknya. Kemungkinannya untuk selamat hanya 50:50. Ia berada dalam kondisi antara hidup dan mati, dan tidak ada yang tahu mana yang lebih baik baginya. Tetap hidup, dengan gelar buronan yang masih belum diturunkan dari pundaknya, meski polisi akhirnya tahu ia tidak bersalah atas pembunuhan tiga orang di buku sebelumnya, ataukah mati sementara orang yang dibencinya dan ingin dibunuhnya ternyata mengalami nasib lebih baik darinya.

Belum lagi musuh yang harus dihadapinya jika ia tetap bertahan hidup. Musuh yang bahkan tak ia ketahui wujudnya, tapi sedang mengadakan sebuah konspirasi besar untuk menghancurkan hidupnya. Musuh yang berdiri atas nama hukum dan pemerintah, yang melindungi orang brengsek demi melindungi apa yang mereka sebut sebagai keamanan negara dan stabilitas nasional.

Rangkaian peristiwa demi peristiwa di buku ketiga ini dijalin dengan apik oleh Stieg Larsson. Mulai dari kejadian di rumah sakit, ketika Salander dan Zalachenko sedang berjuang untuk sama-sama mempertahankan hidup mereka, proses memata-matai antara kelompok Zalachenko dan Kelompok Ksatria Meja Gila (kelompoknya Salander) yang bikin jantungan, hingga proses persidangan yang bikin saya pengen standing applause saking serunya.

Belum lagi deskripsi Om Larsson yang luar biasa mendetail dalam menggambarkan satu peristiwa ataupun tokoh, yang bikin saya memvisualisasikannya dengan baik. Yah, meskipun kalau pas lagi horor, ikutan meringis-ringis juga, karena ngerasa ada gambar yang main di kepala selama baca kisahnya itu. Salah satu deskripsi yang menurut saya rada-rada nggak penting adalah tentang Monica Figuerola. Soalnya saya juga nggak gitu suka sama dia.. xDD #subjektif Eh, biarin aja kalee.. Ini kan ripiu saya. Suka-suka saya dong mau suka sama tokoh yang mana dan nggak suka sama tokoh yang mana. Emangnya situ punya hak apa ngatur-ngatur biar ripiu saya objektif? #eh #ngomel sendiri

Oh iyak, saya mau ngomel sekali lagi sama Mikael Blomkvist. Isshh.. Tuh cowok ngeselin banget yaaa -____- Saya memang nggak meragukan dedikasinya untuk Salander, tapi saya nggak bisa ngerti aja sama dia yang nggak bisa hidup hanya dengan satu perempuan saja. Udah kayak A*i*l aja... Selama ada cewek yang cakep dan oke, langsung digaet semua. Nggak sadar ya kamu tuh udah nyakitin hatinya Salander??!! Nggak sadar ya kalo kamu juga udah nyakitin hati banyak cewek lainnya?? Nggak jelas banget sih nih orang!! #misuhmisuh

Dan sekarang... Saya harus mengucapkan selamat tinggal pada seri Millenium ini.. TT___TT Padahal kalo Stieg Larsson masih hidup, cerita ini masih akan terus bersambung, hingga 10 seri!! Bahkan menurut sumber yang saya baca, buku keempat sebenarnya sudah hampir rampung. Memang masih ada beberapa misteri di kehidupan Salander yang belum terpecahkan. Salah satunya mengenai saudara kembarnya, yang sama misteriusnya dengan Lisbeth. Mungkin saja buku-buku selanjutnya akan membahas tentang itu.

Selamat berpisah Kakak Lisbeth. Saya tahu, Anda memang orang yang aneh, nyentrik, antisosial, nggak mudah dekat dengan orang lain, cuek, dan juga pendendam. Tapi saya juga tahu bahwa di saat yang bersamaan kamu juga seorang yang sangat rapuh, kuat, cerdas, loyal, dan jauh di hati yang terdalam membutuhkan perhatian dari orang lain. Bagi saya, kamu adalah tokoh wanita berkarakter paling kuat yang pernah saya baca. Selain tentu paling unik juga. Masa lalumu yang mengerikan telah menempamu untuk menjadi sosok yang sangat-sangat luar biasa dan berbeda dari manusia awam lainnya. Hanya satu pesan saya, jangan terlalu kejam pada dirimu sendiri.

Selamat jalan Om Larsson. Entah kenapa saya percaya kalau ada yang aneh dengan kematian Anda. Tapi memang begitulah manusia dan kehidupan. Yang tampak di permukaan itu hanya sebagian kecil sahaja, sedangkan tampak besarnya masih tersembunyi di bawah permukaan. Entah akan terungkap selama manusia masih bernapas di bumi, ataukah terungkapkan di akhirat nanti.

Terima kasih juga Om Larsson, karena udah buat cerita yang begitu luar biasa. Nggak nyangka juga kalau salah satu negara paling sejahtera dan paling aman di dunia ternyata memiliki sisi gelap yang mengerikan. Yah, pasti semuanya memang seperti dua sisi mata uang sih yaa... Ada kebaikan pasti ada kejahatan juga. Dan manusia selalu bisa memilih ingin berdiri di pihak yang mana...

PS. Ripiu akan diapdet kalo udah nonton pilem terakhirnya
P.S lagi. Masih rada-rada nggak rela pisah sama Lisbeth Salander.
Lagi-lagi P.S. Sengaja diunggah di hari terakhir 2012. Soalnya, saya nyelesaiin bukunya selama tahun 2012 ini juga.. :DD

View all my reviews

Comments