Sehari Bersamamu...


For One More Day by Mitch Albom
My rating: 3 of 5 stars

Manusia memiliki kecenderungan untuk menyesali apa yang telah dilakukannya di masa lalu. Mereka—saya—seringkali lupa bahwa apa yang kita lakukan di masa lalu tak akan bisa diubah, sekeras apapun usaha kita. Yang bisa kita lakukan adalah mengubah hari ini, dan merencanakan masa depan.

Sama seperti kebanyakan dari kita, Charles “Chick” Benetto juga merasakan penyesalan karena masa lalu yang tak dapat diubahnya. Masa lalu itu telah menggerogoti dirinya, hingga hidupnya hancur berantakan karenanya. Apakah masa lalu itu, yang begitu disesalinya hingga ia merasa tak pantas untuk hidup lagi?

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, ibu Chick meninggal dunia. Sayangnya, ia tidak ada di sana ketika ibunya itu menghembuskan nafasnya yang terakhir. Yang paling membuat Chick merasa bersalah adalah, ia tidak ada di samping ibunya, karena ia bertemu dengan ayahnya yang telah mencampakkan keluarga mereka. Untuk apa Chick menemui ayahnya? Setelah kedua orang tuanya bercerai, Chick memang selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya. Sebagai anak lelaki tertua, ia berusaha untuk bisa merebut perhatian ayahnya, karena ayahnya dulu pernah berkata bahwa ia harus memilih, jadi anak ayah atau anak ibu. Chick memilih yang pertama, meskipun yang terakhir telah memberikan banyak hal untuk dirinya, mengorbankan banyak hal untuk kehidupannya, dan rela melakukan apapun untuknya...

Chick merasa menyesal. Sangat menyesal. Ia baru sadar setelah ibunya meninggal, betapa berartinya arti sang ibu bagi kehidupannya. Ibunyalah yang telah mendukungnya dan meyakinkannya bahwa dia diinginkan. Bahwa dia dicintai. Kehilangan ibunya telah meninggalkan luka menganga di dirinya, hingga tanpa sadar ia mulai menghancurkan kehidupannya sendiri... Menelantarkan keluarga, minum-minuman keras, bercerai dengan istrinya...

Hingga puncaknya, ia memutuskan untuk bunuh diri, ketika putrinya sendiri tidak mengundangnya ke pesta pernikahannya...


Berada dalam kondisi antara hidup dan mati membawa Chick kepada ibunya. Ibu yang baru ia sadari sangat dicintainya. Ibu yang telah mengorbankan banyak hal agar anak-anaknya bisa sekolah. Ibu yang tidak peduli apa kata orang (karena dia cerai sama suaminya, dan itu nggak lazim saat itu, ditambah lagi ibunya Chick ini sangat cantik) tentang dirinya asal anaknya bisa menjadi anak yang sukses.

Apa yang akan dilakukan Chick—yang dipanggil dengan nama Charley oleh ibunya, setelah diberi kesempatan untuk bertemu ibunya lagi? Akankah ia menyia-nyiakannya seperti dulu? Akankah ia mengulang kesalahan yang sama? Benarkah Charley sudah mati, hingga ia dipertemukan dengan ibunya? Lalu, bagaimana hubungannya dengan putrinya, yang telah hancur itu? Sanggupkah ia memperbaikinya?

Semua pertanyaan di atas akan terjawab jika Anda membaca “Sehari Bersamamu” karya Mitch Albom ini. Di buku ini, Anda akan disajikan pada sebuah realitas hidup, bagaimana seorang ibu sanggup berbuat apapun demi anak-anaknya. Namun sang anak terkadang tak mengerti, atau baru mengerti kemudian, sehingga sering menyalahartikan maksud baik itu. Saya sendiri belum menjadi seorang ibu, dan terkadang masih suka kesel juga sama ibu sendiri. Terkadang, cara ibu menyampaikan sesuatu—meskipun itu baik—suka nggak bisa saya terima. Atau terkadang juga, apa yang saya sampaikan, suka disalahartikan oleh ibu saya. Yah, kesalahpahaman semacam itu pasti ada di antara hubungan dua manusia. Hanya saja, jangan sampai saja mengalami kejadian seperti Charley ini, karena sudah pasti bermuara pada satu hal: PENYESALAN.

Ini adalah buku Mitch Albom pertama yang saya baca. Kisahnya dituturkan dengan sangat baik dan menyentuh. Perasaan penyesalan Charley (jadi ikut-ikutan ibunya) juga sangat terasa hingga menimbulkan empati bagi setiap orang yang membacanya. Saya suka dengan akhirnya, yang manis dan mengharukan itu... (◡‿◡✿)


View all my reviews

Comments

  1. setipe ama meniti bianglala, jadinya ko ngerasa begini aja ya, menurutku sih

    ReplyDelete
  2. Hhhoo.. Aku belum baca yg "Meniti Bianglala". Penasaran juga sih, cuma sepertinya aku agak2 nggak cocok dgn genre-nya si Om Albom ini... ^^;

    ReplyDelete

Post a Comment